Rabu, 18 Januari 2012

CUTILAH SEBELUM GILA....

Cuti adalah hak, bukan keistimewaan. Coba baca kalimat itu keras-keras tiga kali. Jika sudah membacanya dan Anda masih menganggap kerja keras selama 365 hari setahun adalah suatu prestasi, maka bacalah artikel di bawah ini (tak perlu keras-keras).

          Bagi sebagian orang, terutama yang tidak punya kehidupan sosial, bekerja sudah seperti candu.
Kasihan, mereka seperti sadomasochists yang menikmati penderitaan. Oke, kalau Anda sedikit beruntung,
perusahaan akan memberi penghargaan signifikan atas kerja keras itu. Tapi percayalah, itu semua (betapa
pun besarnya) tidak akan berguna ketika Anda pensiun dini dengan tubuh separuh lumpuh karena stroke dan tekanan darah setinggi Himalaya. Kita toh tidak hidup di Jepang di mana semua orang bekerja sampai mampus (pun generasi muda mereka sekarang sudah tidak separah itu).

          Jika Anda masih keras kepala dan mengatakan bahwa karier akan berantakan kalau Anda cuti, maka bacalah hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Xylo pada Februari 2002. Mereka melakukan penelitian terhadap lebih dari 1000 orang yang berumur 18 tahun ke atas. Lebih dari 90 persen mengatakan cuti membuat mereka menjadi karyawan yang lebih baik. Sedang 70 persen yakin cuti dan berlibur membuat mereka lebih produktif. Hanya 25 persen yang tidak mengambil cuti selama 2002.
         
Mari kita mulai merencanakan cuti. Hal pertama yang harus dilakukan adalah merencanakannya
jauh hari sebelumnya. Kecuali jika kondisi kejiwaan Anda sudah kacau balau hingga perlu segera menebus
kesalahan tidak mengambil cuti di masa lalu. Perencanaan ini perlu karena semua orang memiliki masa
cuti yang terbatas, jadi gunakan seefsien mungkin.

          Lihatlah apakah jatah cuti yang terbatas itu sudah dibagi dengan sempurna. Misalnya kapan cuti
untuk acara keluarga, kapan cuti untuk liburan pribadi dan sebagainya. Untuk cuti santai, Anda harus
menempatkannya di waktu yang tepat, waktu di mana Anda benar-benar membutuhkan waktu untuk berhenti sejenak dari kesibukan. Misalnya setelah mengerjakan proyek besar.

          Tapi ingat, jangan habiskan seluruh jatah cuti untuk liburan. Sisakan tiga atau empat hari untuk
keperluan mendadak. Simpan jatah itu dan hanya gunakan ketika Anda memang membutuhkannya. Kita semua tak tahu apa yang terjadi esok.

          Selain itu, Anda juga harus mempertimbangkan lama liburan. Itu nantinya tergantung Anda mau ke
mana. Juga tergantung pada apa yang akan Anda lakukan dan berapa anggaran yang dimiliki.
Cuti yang terlalu tanggung (dua atau tiga hari) adalah sia-sia. Daripada memecahnya dalam beberapa kali cuti, lebih baik menyatukannya dalam satu cuti yang tuntas. Kalau mau tanggung-tanggung begitu, lebih baik memanfaatkan libur akhir pekan.

          Seminggu sebelum cuti, sudah mulai longgarkan lilitan dasi Anda dan kurangi kerut di dahi. Mulailah bersuasana santai. Hubungi klien-klien Anda dengan rileks dan beritahu tentang siapa yang akan menggantikan Anda sepanjang liburan. Yakinkan mereka bahwa pengganti Anda akan mengurus semuanya
dengan baik.

          Sebelum memulai cuti, pastikan pekerjaan Anda dapat ditinggalkan untuk sekian hari. Persiapkan
segalanya hingga orang yang menggantikan Anda tidak kerepotan nantinya. Tapi jangan sekali-kali pernah
berpikir bahwa kantor akan berantakan tanpa adanya Anda. Yakinlah, kantor akan baik-baik saja. Anda bukan satu-satunya orang terbaik di sana. Masih banyak orang lain yang mampu mengerjakan pekerjaan itu, asal Anda sudah mempersiapkannya.

          Setelah itu pastikan seluruh akses komunikasi dengan kantor terputus. Kalau Anda benar-benar orang penting, tinggalkan nomer yang bisa dihubungi kalau keadaan gawat (artinya, benar-benar
amat gawat). Tapi ingat, jangan beri nomer telepon genggam karena Anda tidak membawanya. Tak ada telepon genggam, tak ada PDA, tak ada penyeranta, tak ada komputer jinjing. Itu semua bukan perangkat liburan.

          Lalu apa yang akan Anda lakukan selama beberapa hari yang lowong itu?
Tanyakan pada hati
Anda. Apa yang benar-benar dapat membuat Anda nyaman.
Liburan seperti apa yang selalu Anda impikan. Dengan demikian tak usah mengikuti tren. Liburan adalah masalah yang amat pribadi. Anda tak perlu pergi ke Bali (jika Anda tak suka) meski semua orang sekarang ramai-ramai ke sana karena tiket pesawat dan hotel yang murah.

          Setelah tiba di tempat liburan, jangan pikirkan kantor. Kecuali jika Anda mau mengkhayalkan
(sambil tersenyum sendiri) betapa merananya teman-teman Anda di kantor yang sibuk bekerja saat
Anda tengah berada di pinggir kolam renang dan menyeruput sari buah segar.  SmileySmileySmiley

Sumber: Koran Tempo - Senin, 19 Mei 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar